Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat




Memfasilitasi masyarakat pada suatu kegiatan pemberdayaan merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan sekaligus menantang. Selain harus memiliki sikap-sikap dasar fasilitator (minat, empati, selalu positif dan percaya kepada kelompok), fasilitator pemberdayaan masyarakat juga harus siap mental untuk tinggal bersama masyarakat dampingannya. Pemahaman mengenai profil wilayah (termasuk sejarah desa) juga harus dimiliki oleh seorang fasilitator pemberdayaan masyarakat sebelum menjalankan programnya.



Karena harus tinggal  bersama masyarakat di wilayah dampingannya (live in) dalam kurun waktu yang cukup lama (biasanya 12 hingga 36 bulan), seorang fasilitator pemberdayaan masyarakat akan memiliki waktu yang cukup lama dalam berinteraksi dengan masyarakat dan mengarahkan kepada tujuan yang telah disepakati bersama oleh masyarakat dampingannya. Penggalian kekuatan (potensi), kelemahan, peluang dan ancaman wilayah dampingannya, juga harus dilakukan oleh seorang fasilitator agar dapat menerapkan stategy dan metode yang cocok untuk diterapkan dalam memfasilitasi masyarakat dampingannya.



Sebagai orang luar yang masuk pada suatu wilayah dan memberikan dampingan dalam kegiatan pemberdayaan, biasanya masyarakat diwilayah tersebut akan menilai bahwa fasilitator mengetahui dan memahami semua permasalahan wilayahnya. Kondisi tersebut tentu saja akan menguji psikologi fasilitator untuk tetap “netral” dan memiliki integritas (kejujuran) yang tinggi dalam memfasilitasi masyarakat. Seorang fasilitator yang dengan beragam pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya akan selalu memberikan “share” pengalaman dan pengetahuan tersebut kepada masyarakat yang didampinginya.



Selalu menjadi pendengar yang baik, merupakan syarat yang juga harus dimiliki oleh seorang fasilitator pemberdayaan masyarakat. Tentunya kesabaran seorang fasilitator akan diuji pada kondisi ini (buruk dalam menyimak akan berdampak pada buruknya fasilitator dalam memfasilitasi).



Menjembatani kepentingan masyarakat dampingan dengan pihak luar (ketiga) merupakan bagian dari “exit strategy” seorang fasilitator dalam kegiatannya mendampingi masyarakat. Fasilitator pemberdayaan masyarakat yang berhasil dengan baik adalah ketika masyarakat dampingannya secara bertahap dapat mengurangi peranan fasilitator dalam kegiatan pemberdayaan diwilayahnya. Tentunya, secara bertahap pula masyarakat yang didampinginya “berdaya” dan bertahap dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama serta memiliki hubungan dengan pihak luar (ketiga).



 



Surabaya, 20 Maret 2013

Nano Sudarno

www.nanosudarno.blogspot.com