Bahoi
adalah sebuah desa kecil di wilayah pesisir Sulawesi Utara yang memiliki Daerah
Perlindungan Mangrove (DPM) dan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Kawasan mangrove
dan laut yang dilindungi ini sangat berarti bagi masyarakat Desa Bahoi yang
lebih dari 50% penduduknya adalah nelayan. Masyarakat Desa Bahoi percaya
kawasan yang dilindungi ini merupakan daerah untuk pemijahan berbagai jenis
ikan.
Secara
administrasi, Desa Bahoi terletak di Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten
Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Jarak tempuh dari Ibukota Provinsi
Sulawesi Utara (Manado) ke Desa Bahoi sekitar 1,5 jam dan dapat ditempuh dengan
jalan darat dengan berbagai jenis kendaraan.
Bahoi
mempunyai sejarah yang panjang sehingga masyarakat peduli untuk melestarian
alam dan lingkungannya. Memang dahulu ditahun 1960-an
mangrove diwilayah Likupang cukup lebat sekali, namun masyarakat
telah membabatnya tanpa memperhitungkan dampak. Namun, Sejak tahun 2002, masyarakat Desa
Bahoi berusaha untuk menyelamatkan wilayah lautnya, dan dari 18
Desa di Kecamatan Likupang Barat, hanya Desa Bahoi yang berhasil mempertahankannya,
melalui Daerah Perlindungan Laut. Awalnya, wilayah Likupang hanya terdiri dari
satu bagian, sebelum terjadi pemekaran pada 2008. Semua punya kewajiban untuk
memiliki DPL (Daerah Perlindungan Laut). Ini sesuai Peraturan Daerah Minahasa
soal Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Tiap
desa wajib menyisihkan 5 hektar untuk konservasi. Namun, aturan hanya bagus di
atas kertas, warga belum menyadari pentingnya kawasan perlindungan laut. Warga
terus membabat bakau, dan tak menanamnya kembali. Warga Desa Bahoi menjaga
Daerah Perlindungan Laut selama 24 jam. Selama beberapa tahun, berganti-gantian,
Daerah Perlindungan Laut dijaga tanpa upah. Untuk melindungi kawasan itu
masyarakat membuat aturan desa atau sering disebut dengan Perdes (Peraturan
Desa), yang harus ditaati oleh warga desa. Kasawan dibatasi dengan pagar apung
yang dihubungkan dengan tali. Pelampung yang terbuat dari stereoform itu diberi tanda warna
kuning, yang menunjukkan sebagai Zona Inti, dimana masyarakat tidak boleh
melewati kawasan dalam pagar tersebut, kecuali ada ijin khusus. Karena dalam
zona inti, masih banyak ditemukan terumbu karang yang sangat indah serta hutan
bakau yang terjaga dengan baik.
Bakau
di Desa Bahoi membentengi daratan dari terjangan ombak. Di sini tempat udang,
lobster penyu dan ikan berteduh, kawin dan bertelur. Bila sudah dewasa, biota
laut seperti ikan, udang, lobster, kepiting akan meninggalkan pesisir menuju
lautan. Menjadi tangkapan bagi nelayan. Kawasan yang dilindungi, sebenarnya
tidaklah terlalu luas, hanya sekitar 10 hektar. Dimana 30% nya adalah hutan
mangrove. Akan tetapi dalam skala desa, merupakan kawasan yang cukup luas,
untuk melindungi pantai, dimana penduduk desa bermukim. Zona inti ini diyakini
sebagai tempat untuk berkembang biak semua jenis ikan, udang dsb. Sehingga
perlu dilestariakan agar masyarakat nelayan tidak perlu melaut jauh untuk
mencari ikan. Merupakan suatu contoh kegiatan yang terkait dengan usaha
pelestarian alam dan kegiatan perekonomian. Kawasan lindung yang dapat
memberikan nilai ekonomi baik secara langsung maupun tidak perlu dilakukan.
Bicara
Objek wisata, Desa Bahoi telah melakukan pengembangan ekowisata dalam mendukung
program pelestaraian alamnya. Alam yang indah yang dilindungi, tak harus
dilihat, ditonton, akan tetapi juga perlu dikemas menjadi paket yang
menghasilkan dan menaikkan pendapatan masyarakat. Kini Bahoi mulai bebenah,
anak-anak muda disiapkan agar mereka kelak yang meneruskan pekerjaan orangtua
mereka yang rata-rata sebagai nelayan. Dan kegiatan lain mencoba membuka wacana
baru bagi generasi muda dengan kegiatan pelestarian alam dan ekowisata, untuk
membuka lapangan pekerjaan baru.
Akhir
tahun, 2012
Redaksi
Sumber : dari beberapa sumber