Restorasi hutan adalah upaya pemulihan
ekosistem melalui kegiatan-kegiatan pemeliharaan, perlindungan, penanaman,
pengkayaan jenis tumbuhan dan satwa liar, atau pelepasliaran satwa liar hasil
penangkaran atau relokasi satwa liar dari lokasi lain. Restorasi hutan
merupakan bagian dari kegiatan pemulihan ekosistem disamping kegiatan mekanisme
alam dan rehabilitasi yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, seperti
Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam.
Kegiatan restorasi memiliki tujuan untuk memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, serta keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya. Istilah restorasi juga digunakan untuk kawasan hutan
produksi dengan nama Restorasi Ekosistem atau biasa disingkat dengan istilah
RE. Restorasi Ekosistem berawal dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.195/Kpts-II/2005 mengenai Restorasi Ekosistem di Hutan Produksi. Ketentuan
ini kemudian diadopsi oleh Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, sehingga
lahirlah Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem atau biasa
disingkat dengan istilah IUPHHK-RE.
Pada kegiatan restorasi kawasan
koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak, masyarakat Kampung Cipicung, Desa
Kabandungan, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi telah difasilitasi oleh
Yapeka sejak Oktober 2014 untuk melakukan kegiatan restorasi pada blok cipicung
dengan luas 70 ha. Fasilitasi kegiatan restorasi hutan kepada masyarakat ini juga
mengacu kepada Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, mengenai peran serta masyarakat. Dalam
peraturan tersebut jelas dijabarkan mengenai peran
serta masyarakat melalui : Konsultasi publik, Kemitraan, dan Penyampaian
informasi. Kemitraan, hal inilah yang dilakukan Yapeka kepada masyarakat Kampung
Cipicung, Desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi dalam
melaksanakan kegiatan restorasi pada blok cipicung dengan luas 70 ha.
Masyarakat kampung Cipicung
sejak Oktober 2014 hingga Febuary 2015 bersama Yapeka telah melakukan kegiatan,
seperti : Persemaian/pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan
tanaman, dan Pengamanan. Dan pada awal Juni 2015 lalu, pihak Taman Nasional
Gunung Halimun Salak bersama team Independen melakukan penilaian terhadap
kegiatan penanaman yang telah dilakukan masyarakat Kampung Cipicung bersama
Yapeka. Kegiatan penilaian yang menggunakan metode pencacahan/sensus terhadap
42.000 (empat puluh dua ribu) tanaman di area 70 ha tersebut telah menghasilkan
hasil pencacahannya dengan persentase tanaman hidup sebesar 92,2% dan persentase
tanaman amti sebesar 7,8%.
Dengan presentase tanaman hidup yang sangat besar, tentunya dapat kita
ambil kesimpulan bahwa kemitraan masyarakat dalam peran serta-nya pada kegiatan pemulihan ekosistem di
kawasan pelestarian alam, khususnya kegiatan restorasi di taman nasional tidak
dapat dianggap sebelah mata. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
kegiatan restorasi yang dilakukan oleh masyarakat, salah satunya adalah sebaik
apa metode fasilitasi yang telah diberikan dari lembaga pendampingnya.
Kabandungan 5 ,Juni 2015