Dalam rangka mendukung target Pemerintah Indonesia
mengurangi emisi
karbon hingga 26% pada tahun 2019 (sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2015 –
2019), tentunya diharapkan dapat juga menyentuh pada aspek kebijakan di tingkat
desa dan kelurahan. Memang dalam Undang Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hanya disebutkan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah saja yang wajib melaksanakan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) ke
dalam penyusunan atau evaluasi : Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional,
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sementara untuk Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDes) Kajian Lingkungan Hidup Strategis belum menjadi suatu
keharusan.
Desa, merupakan ujung
tombak pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak ditetapkannya
Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Republik Indonesia
memberikan peluang yang begitu besar bagi kegiatan pembangunan di desa,
termasuk penganggarannya. Nilai rupiah yang saat ini mengalir ke desa-desa
diseluruh Indonesia sudah berkisar milyaran rupiah per-desa-nya. Tentunya, angka
tersebut akan sangat berperan dalam perputaran roda perekonomian dan kegiatan
masyarakat desa.
Dalam Undang Undang
nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dokumen RPJMDes memang tidak (belum) terakomodir. Namun, apabila kita melihat
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa, disana disebutkan bahwa Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi
kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang
meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
(Permendagri 114/2014 pasal 6). Dalam peraturan ini dijabarkan mengenai
kegiatan-kegiatan yang (mungkin) dapat mendukung target pemerintah dalam
mengurangi emisi karbon, khususnya pada “bidang pelaksanaan pembangunan desa”,
seperti : pembangkit listrik tenaga mikrohidro; air bersih berskala Desa; sanitasi
lingkungan; pembibitan tanaman pangan; pengelolaan usaha hutan Desa; kolam ikan
dan pembenihan ikan; instalasi biogas; mesin pakan ternak; sarana dan prasarana
ekonomi lainnya sesuai kondisi Desa; penghijauan; pemeliharaan hutan bakau; perlindungan
mata air; pembersihan daerah aliran sungai dan perlindungan terumbu karang.
Sebagai contoh,
apabila disetiap desa yang memiliki potensi peternakan sapi, kambing dan babi
menganggarkan alokasi dana desanya dalam membangun instalasi biogas secara
komunal, tentunya hal ini akan banyak membantu pengurangan emisi karbon dan
menghasilkan pupuk organik bagi pertanian di wilayah desa nya. Banyangkan,
apabila 5% saja dari sekitar 74.000 desa yang ada di Indonesia menerapkan
kebijakan pembangunan instalasi biogas ini didesanya, tentunya sudah berapa
banyak gas metan (CH4) yang dapat diolah sehingga tidak merusak lapisan ozon? Demikian
pula halnya dengan kegiatan penghijauan dan pemeliharaan hutan bakau yang dapat
menjaga atau memperbesar serapan dan simpanan karbon dalam kegiatan pembangunan.
Kegiatan-kegiatan yang
ada dalam bidang
pelaksanaan pembangunan desa di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 114 tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, khususnya pada Pasal 6 setidaknya telah mengakomodir perencanaan pembangunan desa
dengan berbagai kegiatan ramah lingkungan yang tentunya dapat mendukung target Pemerintah Indonesia
mengurangi emisi
karbon hingga 26% pada tahun 2019 (sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2015 –
2019). Semoga para pendamping desa yang telah dan sedang bekerja mendampingi
desa (Program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)
dapat memfasilitasi desa-desanya menuju pembangunan kesejahteraan ekonomi
masyarakat dengan memperhatikan aspek lingkungan dalam mendukung target Pemerintah Indonesia
mengurangi emisi
karbon.
Mataram, 18
Juni 2016