Pengelolaan Pesisir Pada Tingkat Desa


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan bentangan garis sepanjang 81.000 km. sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau kecil yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan (environmental service) yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001 : 5).

Sebagai negara kepulauan dan wilayah pesisir yang sangat luas, Indonesia memiliki ekosistem pesisir penting seperti mangrove, rumput laut dan salt marsh (rawa asin) yang menyimpan sejumlah besar karbon pada biomassa tanaman maupun sedimen dibawahnya. Karbon ini disebut dengan “karbon biru”. Karbon biru dapat terlepas ke atmosper apabila terjadi perubahan penggunaan lahan atau kegiatan pembangunan yang tidak ramah lingkungan.

Menurut Grand Design Pembangunan Desa (2009), jumlah desa-desa pesisir di Indonesia 14 persen dari seluruh desa atau 9.326 desa dengan luas 35.949.021,30 hektar atau 19 persen dari keseluruhan desa-desa di Indonesia. (KOMPAS, 04 November 2014). Dengan jumlah sebesar ini, tentunya peranan masyarakat desa yang berada di wilayah pesisir sangat diharapkan untuk membantu dalam menjaga keberadaan karbon biru yang berada di wilayah agar tidak terlepas ke asmosper.

Peranan masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir dapat dimasukan kedalam agenda perencanaan desanya, dimana masyarakat tersebut bertempat tinggal. Peranan masyarakat dalam mengelola wilayah pesisir diharapkan dapat menjadi kerangka kerja perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ekonomi jangka panjang dan dapat memenuhi tujuan pembangunan secara berkelanjutan dengan mempertahankan kelestarian dan fungsi ekosistem pesisir. Salah satu contoh kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah dengan pembuatan Daerah Perlindungan Laut. Daerah Perlindungan Laut atau biasa disingkat DPL adalah suatu kawasan laut yang terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan bakau, dan lainnya baik sebagian atau seluruhnya, yang dikelola dan dilindungi secara hukum yang bertujuan untuk melindungi keunikan, keindahan, dan produktivitas atau rehabilitasi suatu kawasan atau kedua-duanya. Kawasan ini dilindungi secara tetap/permanen dari berbagai kegiatan pemanfaatan, kecuali kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas (snorkle dan menyelam). Selain itu DPL juga penting bagi masyarakat pesisir sebagai salah satu cara meningkatkan produksi perikanan (terutama ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang), memperoleh pendapatan tambahan melalui kegiatan penyelaman wisata bahari, dan pemberdayaan pada masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya mereka.

Daerah Perlindungan Laut yang dilkelola oleh masyarakat yang dimaksudkan adalah pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat (Desa, DKP Kabupaten dan DKP Provinsi). Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, pada Pasal 6 telah menyebutkan bahwa : “Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Apabila kita melihat pada Permendagri No 114 tahun 2014, di pasal 6 nya juga telah disebutkan bahwa perlindungan terumbu karang, pemeliharaan hutan bakau dan penghijauan masuk dalam kegiatan pelestarian lingkungan yang berada pada bidang pelaksanaan pembangunan desa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan dalam upaya pengelolaan pesisir yang akan dilaksanakan oleh masyarakat pada tingkat desa, telah terfasilitasi oleh peraturan yang ada dan dapat di anggarkan melalui dana desa yang ada saat ini.

Kita sangat berharap kepada para pendamping yang berkegiatan di desa-desa pesisir dapat memfasilitasi pihak desa untuk dapat memasukan kegiatan-kegiatan pelestarian wilayah pesisir ke dalam dokumen RPJMdesa-nya, sehingga ketika desa tersebut akan menyusun RKP Desa-nya, sudah ada dasar pijakannya.

SEMOGA...



Bahoi, 05 Agustus 2016

Nano Sudarno

www.nanosudarno.blogspot.com