Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 1 alenia 14 dan juga tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya Nomor : P. 6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 1 alenia 1 telah menyatakan bahwa “Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.
Kalimat
terakhir pada regulasi tersebut diatas, yakni Pendampingan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa, telah menjadi perhatian tersendiri terhadap
penerapan program pendampingan masyarakat desa di sekitar kawasan Taman
Nasional Way Kambas yang dilaksanakan oleh lembaga Yapeka.
Melalui kegiatan FGD (focus group discussion) tentang Produk Unggulan Desa (PRUDes) kepada kelompok-kelompok masyarakat desa
sekitar Taman Nasional Way Kambas, khusunya pada Desa Labuhan Ratu 6, Desa Braja Luhur dan Desa Sukorahayu di Kabupaten Lampung
Timur beberapa waktu lalu. Dimana pada
tahapan penentuan prioritas dalam menganalisa pemilihan produk unggulan desa, telah
ditambahkan satu kolom tentang “dapat menjawab permasalahan perambahan atau
menjawab permasalahan kegiatan illegal ke kawasan taman nasional”. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa
Analisa Pemilihan Produk Unggulan Desa (PRUDes) terdiri dari beberapa tahapan, seperti : identifikasi sumber daya, studi
kelayakan, analisa pesaing dan penentuan prioritas.
Dengan penambahan kolom mengenai menjawab permasalahan
perambahan atau menjawab permasalahan kegiatan illegal ke kawasan taman
nasional tersebut, kegiatan FGD kelompok-kelompok masyarakat desa sekitar Taman Nasional
Way Kambas telah berhasil
menghasilkan kegiatan-kegiatan usahanya, seperti di Desa Labuhan Ratu 6 dengan model usaha pembuatan pupuk kompos, pada Desa Braja
Luhur dengan model usaha perikanan air tawar (lele) dan peternakan ayam
(pembesaran), serta di Desa Sukorahayu dengan model usaha perikanan air tawar
(pembesaran dan pembibitan ikan lele).
Kegiatan-kegiatan usaha tersebut diatas selanjutnya akan dilaksanakan
melalui konsep demoplot terlebih dahulu, sebelum nantinya dikembangkan menjadi
sebuah unit usaha pada BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Hal ini dilakukan guna
memberi ruang bagi kelompok-kelompok masyarakat dalam melakukan pembelajaran
tentang kegiatan usaha ekonominya. Pengalaman yang nantinya didapat oleh
kelompok masyarakat ketika mengelola demoplot usahanya diharapkan akan menjadi modal
yang sangat berharga dalam mengembangkan unit usaha di desanya. Selama proses
tersebut diatas, pendampingan akan terus dilakukan kepada kelompok, termasuk
pemberian pelatihan-pelatihan dan evaluasi kegiatan. Salah satu pelatihan yang
akan diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam mengembangkan unit
usaha di desanya adalah pelatihan mengenai model bisnis Kanvas (business model canvas).
Model bisnis kanvas adalah alat bantu yang berupa template yang memudahkan
kita untuk memahami model bisnis dengan cara yang mudah dan terstruktur.
Kekuatan model bisnis kanvas adalah mampu menggambarkan ide bisnis dengan
sangat jelas dalam sebuah kanvas (kertas). Dengan cara ini, kita dapat menjelaskan, memvisualisasikan, menilai, bahkan mengubah suatu model bisnis, agar mampu menghasilkan kinerja yang lebih optimal. Model bisnis kanvas dilakukan sebelum kita menyusun suatu rencana bisnis yang
detil. Model bisnis kanvas (business model canvas) ini telah dikembangkan
oleh Alexander Osterwalder, pada 2004 melalui disertasi Phd-nya yang berjudul
"The business Model Ontology - A
proposition in a design science approach" di University of Lausanne,
Swiss.
Di dalam model bisnis kanvas terdapat 9 (sembilan) elemen yang saling berhubungan, di mana inovasi atau
ide dapat di analisa kekuatan dan kelemahannya dengan mudah. Sembilan elemen
tersebut adalah : Target Konsumen, Nilai Produk, Penyaluran Produk, Aliran
Pendapatan, Pengelolaan Konsumen, Kegiatan Utama,
Sumberdaya Utama, Mitra Kunci dan Anggaran Biaya.
Semoga melalui pelibatan masyarakat desa dalam mendukung kegiatan perlindungan kawasan Taman Nasional Way Kambas sebagai
habitat badak sumatera melalui upaya pengembangan
kemandirian masyarakat disekitar kawasan Taman Nasional Way Kambas dapat mendukung program pelestarian
habitat badak sumatera melalui peran masyarakat sekitar taman nasional.
SEMOGA...
Way Jepara, 23 November 2018