Pembangunan pariwisata di
Indonesia telah diupayakan untuk menjadi salah satu bagian integral dalam
proses pembangunan nasional. Dalam pengembangannya masih didominasi pada produk
wisata yang bersifat massal yang bertumpu semata-mata kepada kepentingan nilai
ekonomi, sehingga dalam perjalanannya mulai dirasakan perlu melakukan inovasi
model pariwisata yang berkelanjutan dengan tetap mempertahankan pelestarian
alam dan budaya lokal atau biasa disebut dengan istilah ekowisata.
Mahakam
merupakan nama sebuah sungai terpenting di Kalimantan Timur. Mengular sepanjang
sekitar 920 km. Bermula di Kabupaten
Mahakam Ulu (Mahulu) dan mengalir melintasi beberapa kabupaten-kota di hilirnya.
Kutai Barat (Kubar), Kutai Kartanegara
(Kukar), Kota
Samarinda, masuk wilayah Kukar (Kutai
Kartanegara) lagi sebelum akhirnya berakhir di Selat Makassar. Sungai Mahakam merupakan sumber penghidupan. Kebutuhan
minum-mandi-cuci-kakus dan jalur transportasi semenjak dahulu kala. DAS (Daerah Aliran Sungai) Mahakam dengan luas
sekitar 7,7 juta ha memiliki beragam potensi yang belum dikembangkan secara optimal dalam
konteks pariwisata. Posisi geografisnya yang strategis tepat ditengah pulau
Kalimantan telah sejak lama berfungsi sebagai jembatan lintas pergerakan budaya
origin Kalimantan menjadikannya
sangat kaya akan keberagaman budaya dalam berinteraksi dengan alam. Begitu pula
dengan potensi bentang alamnya yang beraneka ragam menyuguhkan pilihan wilayah
yang masih berhutan dengan aliran sungai yang beriak deras, wilayah lahan basah,
pesisir sungai serta keberagaman jenis tumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya.
Wilayah Koridor Sungai Mahakam yang membentang dari
Kota Samarinda hingga Kampung Long Apari di Kabupaten Mahakam Ulu, merupakan
daerah tujuan wisata minat khusus yang menyandang predikat “Amazon of The East”. Secara ekologis Sungai Mahakam dan sepanjang Daerah Aliran
Sungainya memiliki nilai yang sangat penting. Tercatat setidaknya ada 147
spesies ikan asli Mahakam telah teridentifikasi. Mahakam juga merupakan habitat
lumba-lumba air tawar atau biasa disebut Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) yang merupakan spesies yang terancam punah
yang dimasukkan pada katagori Appendix I CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Daerah
Aliran Sungai (DAS) Mahakam juga merupakan habitat dan tempat berkembang biak sekitar
298 spesies burung, 70 di antaranya dilindungi dan lima spesies endemik yaitu:
Borneo Dusky Mannikin (Lonchura fuscans),
Borneo Whistler (Pachycephala hypoxantha),
Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron
schleiermacheri), Bornean Blue-flycatcher (Cyornis superbus) dan Bornean Bristlehead (Pityriasis gymnocephala). Terdapat pula bekantan (Nasalis larvatus) dan orangutan (Pongo pygmaeus) yang semakin terancam
punah keberlanjutan populasinya karena ancaman perusakkan wilayah hidupnya.
Terdapat sekitar 76 danau yang tersebar di DAS
Mahakam dan berkisar 30 danau terletak di daerah Mahakam bagian tengah termasuk
tiga danau utamanya yakni Danau Jempang 15.000 Ha, Danau Semayang 13.000 Ha,
dan Danau Melintang 11.000 Ha. Tinggi muka air danau-danau ini berfluktuasi
sesuai musim dari 0.5 m – 1 m selama musim kering hingga 7 m pada musim hujan.
Danau-danau di Mahakam dan sekitarnya berperan sebagai perangkap sedimen yang
terkandung dalam air yang mengalir ke danau-danau tersebut yang diketahui
semakin dangkal pada saat ini, kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan
masukan sedimen yang berasal dari daerah tangkapannya.
Posisi geografisnya
yang strategis dan tepat ditengah pulau Kalimantan, telah sejak lama berfungsi
sebagai jembatan lintas pergerakan budaya origin
Kalimantan, menjadikannya sangat kaya akan keragaman budaya dalam berinteraksi
dengan alam. Begitu pula dengan potensi bentang alamnya yang beraneka ragam
menyuguhkan pilihan wilayah yang masih berhutan dengan aliran sungai yang
beriak deras, wilayah lahan basah, pesisir sungai serta
keberagaman jenis tumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya.
Berdasarkan karekteristiknya, ekowisata koridor
Sungai Mahakam dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yakni : Kawasan Hulu, Kawasan
Tengah dan Kawasan Hilir.
Kawasan Hulu cenderung memiliki kondisi fisiografi
lereng bergelombang hingga berbukit dan sebagian lagi bergunung. Kabupaten yang
berada di kawasan hulu adalah Kabupaten Mahakam Ulu. Kabupaten Mahakam Ulu adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi
Kalimantan Timur, Indonesia. Kabupaten Mahakam Ulu merupakan hasil
pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat yang telah ditetapkan
berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 2013 dengan luas wilayah 15.315 km2
atau sekitar 7,26% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Potensi wisata
yang dimiliki oleh Kabupaten Mahakam Ulu sangatlah bervariasi dan mempesona,
seperti : wisata alam (air terjun, riam panjang, batu dinding, keragaman flora
dan fauna), wisata budaya (lamin adat,
tarian, makanan tradisional dan atraksi budaya lainnya) serta wisata sejarah
(Taman Do’a Goa Maria).
Kabupaten Mahakam Ulu masih memiliki masyarakat
suku Dayak Bahau yang memanjangkan daun telinganya. Memanjangkan daun telinga
ini merupakan tradisi budaya wanita di Suku Dayak Bahau yakni karena adanya
beban yang terbuat dari logam berbentuk lingkaran yang digantung pada daun
telinga. Bahan dan bentuk logam yang
digunakan tersebut menunjukan status sosial seorang wanita yang memanjangkan
telinganya. Sebagai
kawasan yang berada di Hulu Sungai Mahakam, Kabupaten Mahakam Ulu memiliki adat
budaya yang kental dengan tradisi dayak. Suku Dayak yang cukup mendominasi
diwilayah studi, antara lain : Kampung Laham (Dayak Bahau), Kampung Batu Majang
(Dayak Kenyah), Kecamatan Long Pahangai (Dayak Busang, Gelaat dan Kayaan) dan
Kecamatan Long Apari (Dayak Panihing).
Kawasan Tengah cenderung masih memiliki kondisi
fisiografi yang relatif sama dengan Kawasan Hulu dengan beberapa potensi danau
dan puluhan air terjun. Kabupaten yang
berada di kawasan tengah adalah Kabupaten Kutai Barat.
Kabupaten
Kutai Barat adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, yang merupakan pemekaran dari
wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
nomor 47 Tahun 1999. Secara geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara
113'048'49" sampai dengan 116'032'43" BT serta di antara
103'1'05" LU dan 100'9'33" LS. Kabupaten
Kutai Barat mempunyai area seluas 6168,22 km2
(kurang lebih 15% dari Propinsi Kalimantan Timur).
Potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Kutai
Barat sangatlah bervariasi dan mempesona, dengan ke-khas-an yang sangat tinggi,
baik wisata alam maupun wisata budayanya. Di wilayah Kecamatan Jempang yang
memiliki Kampung Ekowisata Tanjung Isuy dan Kampung Mancong sudah sejak lama
dikenal oleh wisatawan mancanegara sebagai tujuan wisata budaya. Demikian pula
halnya dengan Kampung Pepas Eheng yang berada di
Kecamatan Barong Tongkok. Anggrek Hitam yang cukup langka dapat dengan mudah
dilihat di kawasan Cagar Alam Kersik Luway bersamaan dengan 53 jenis anggrek
lainnya serta 4 jenis tumbuhan Kantong Semar. Danau Aco yang berada di Kampung
Linggang Melapeh saat ini telah menjadi “idol” bagi para wisatawan lokal.
Dengan kondisi fisiografi lereng bergelombang
hingga berbukit dan sebagian lagi bergunung yang dimiliki oleh Kabupaten Kutai Barat, hal ini menjadikan kabupaten ini kaya akan potensi air
terjun yang dimilikinya. Lebih dari puluhan air terjun atau Jantur yang telah
teridentifikasi oleh Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Barat.
Sebagai kawasan yang berada
di wilayah tengah Sungai Mahakam, Kabupaten Kutai Barat memiliki adat budaya yang juga kental dengan tradisi
dayak. Suku Dayak yang cukup mendominasi diwilayah studi, antara lain : Kampung
Tanjung Isuy, Kampung Mancong dan Kampung Pepas Eheng (Dayak Benuaq), serta
Kampung Linggang Melapeh (Dayak Tunjung).
Kawasan Hilir memiliki kondisi fisiografi yang
relatif datar hingga berbukit-bukit kecil. Kota dan Kabupaten yang berada di kawasan hilir adalah Kabupaten
Kutai Kertanegara (Kota Tenggarong) dan Kota Samarinda. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan
sebuah kabupaten di Kalimantan Timur dengan Ibu kotanya berada
di Kecamatan Tenggarong. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah
27.263,10 km² dan luas perairan sekitar 4.097 km².
Penduduk yang
bermukim di wilayah Kutai Kartanegara terdiri dari penduduk asli, yang bersuku
Kutai, Dayak Benuaq, Dayak Tunjung, Dayak Bahau, Dayak Modang, Dayak Kenyah,
Dayak Punan dan Dayak kanan, sementara penduduk pendatangnya berasal dari
suku-suku yang ada di Indonesia, seperti : Banjar, Jawa, Bugis, Mandar. Madura,
Buton dan Timor.
Pola penyebaran
penduduk sebagian besar mengikuti pola transportasi yang ada. Sungai Mahakam merupakan
jalur arteri bagi transportasi lokal. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
pemukiman penduduk terkonsentrasi di tepi Sungai Mahakam dan
anak-anak sungainya. Daerah-daerah yang agak jauh dari tepi sungai di mana
belum terdapat prasarana jalan darat relatif kurang terisi dengan pemukiman
penduduk. Sebagian besar penduduk Kutai Kartanegara tinggal di pedesaan dengan
mata pencaharian penduduk sebagian besar di sektor pertanian, industri/kerajinan,
perdagangan dan lain-lain.
Potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Kutai
Kertanegara sangatlah bervariasi dan mempesona, dengan ke-khas-an yang sangat
tinggi. Keindahan dan keunikan alam serta budaya Kutai
Kartanegara menjadikan daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata di tanah
air. Pesona satwa liar khas Kalimantan yang dilindungi seperti Orang Utan,
Bekantan, Beruang Madu, Pesut Mahakam, Burung Enggang, Burung Pekaka Emas dan
satwa liar lainnya menjadi daya tarik yang tiada duanya. Menyelami pesona
budaya Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, budaya pesisir - Melayu
Kutai dan budaya pedalaman masyarakat Dayak yang masih hidup dan berkembang
dengan berbagai upacara tradisi yang unik dan khas adalah kearifan lokal khas kalimantan
yang memikat.
Pesona petualangan di alam liar khas kalimantan dan kehidupan masyarakat
disepanjang sungai Mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan sumber
wisata bahari yang memukau.
Di wilayah Kecamatan Muara Kaman yang memiliki
Situs dan Musium Kerajaan Kutai Lawas, kemudian masuk ke Kecamatan Kota Bangun
yang memiliki “spot” yang cukup banyak untuk melihat dan menyaksikan kehidupan
Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
yang masih tersisa. Kecamatan Muara Muntai juga memiliki potensi wisata yang
cukup tinggi dengan ke-khas-an jalan-jalan (gang) diwilayahnya yang menggunakan
kayu ulin serta kita dapat juga menyaksikan sekawanan kerbau yang menyeberangi
Sungai Mahakam.
Singkatnya, destinasi wisata Kutai Kartanegara adalah surga bagi
pencinta satwa liar dilindungi, penggemar budaya dan petualangan khas Kalimantan,
sebagaimana tagline dalam branding pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara : “Kutai Kartanegara is My Borneo for wildlife,
culture and adventure lovers”.
Wilayah dengan segala sumberdaya yang terkandung
didalamnya merupakan aset yang bernilai sangat penting bagi kehidupan manusia.
Pengelolaan dengan baik dan bijak segala sumberdaya yang ada tersebut dengan
menerapkan asas pelestarian fungsi lingkungan dalam mewujudkan pembangunan
berkelanjutan, baik pelestarian fungsi pada komponen lingkungan maupun komponen
sosial ekonomi dan budaya serta kesehatan masyarakat akan dapat mewujudkan
kehidupan yang ideal. Jika hal ini diimplementasikan ke tingkat mukim maka akan
dapat disebut dengan nama desa lestari (sustainable
village)
Semoga trend ekowisata ini akan semakin meningkat dan
berkembang sejalan dengan semakin meningkatnya perhatian dan kesadaran manusia
terhadap upaya pelestarian lingkungan dan trend gaya hidup “hijau”, salah
satunya adalah dengan melakukan perjalanan mengunjungi lokasi-lokasi yang masih
alami. Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diambil lebih besar dari
ekowisata dibandingkan dengan model wisata lainnya adalah lebih terjaganya
kualitas lingkungan dan budaya, disamping kesinambungan peningkatan ekonomi
masyarakat setempat melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
SEMOGA...
Desember, 9 Desember 2018
Sumber : Laporan Studi Identifikasi Potensi
Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat dan Inisiasi Jaringan Pelaku Wisata Koridor
Sungai Mahakam-WWF Indonesia_Kutai Barat-2017