Menggagas Pembangunan Kawasan Perdesaan Tertentu

Upaya pembangunan perdesaan telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan program-program yang telah ditetapkan. Upaya-upaya itu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat perdesaan. Namun, masih banyak wilayah perdesaan yang belum berkembang secepat wilayah lainnya. Pembangunan perdesaan merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional, mengingat lebih dari 50 persen penduduk Indonesia masih tinggal di perdesaan. 

Dalam rangka melakukan percepatan pembangunan perdesaan, telah dan akan terus dilakukan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan, pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan perdesaan. Kemiskinan di perdesaan terjadi karena adanya masalah ekonomi, lokasi daerahnya yang terpencil, dan keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi yang tersedia. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya akses masyarakat untuk memperoleh kemampuan dan keterampilan, termasuk informasi dan teknologi tepat guna. 

Keadaan tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah untuk terus memperbaiki kebijakan, strategi dan pelaksanaan pembangunan perdesaan yang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan UU Desa) membawa peluang dan tantangan tersendiri. Peluang untuk mewujudkan desa yang sejahtera semakin terbuka, karena dengan adanya UU Desa, maka desa memiliki kewenangan yang jelas dan alokasi dana yang pasti, demi mewujudkan desa yang makmur. 
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan perangkat perencanaan dan panduan yang memberi arahan agar pelaksanaan Pembangunan mampu menjaga keberlanjutan kualitas lingkungan hidup, kehidupan sosial, serta keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan manfaat pembangunan bagi generasi selanjutnya. 

Pada ajang Indonesia's SDGs Action Awards 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meraih peringkat pertama di kategori kementerian/lembaga. KLHK dipilih menjadi pemenang pertama oleh dewan juri karena dinilai konsisten dan terus berinovasi dalam implementasi pengarusutamaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/SDGs atau agenda 2030. Beberapa best practice dan kegiatan inovatif yang dilakukan KLHK dalam mendukung pencapaian SDGs digambarkan melalui 3 kegiatan yang meliputi :
  1. Perhutanan Sosial untuk Pengentasan Kemiskinan, Kegiatan ini mendukung Goals SDGs 1: Tanpa kemiskinan, Goals SDGs 2: Tanpa kelaparan, Goals SDGs 5: Kesetaraan gender, Goals SDGs 8: Penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi, Goals SDGs 10: Pengurangan kesenjangan (gini ratio).
  2. Program Kampung Iklim sebagai Aksi Parapihak dalam Penanganan Perubahan Iklim, Kegiatan ini mendukung Goal SDGs 13: Penanganan Perubahan Iklim, dan 
  3. Sistem Monitoring Hutan Nasional/SIMONTANA sebagai Istrumen Pencapaian Ekosistem Daratan Berkelanjutan. Kegiatan ini mendukung Goals SDGs 15: Ekosistem daratan berkelanjutan. 

Best practice dan kegiatan inovatif yang dilakukan KLHK diatas dilakukan juga dalam rangka mendorong aksi nyata ekonomi hijau untuk mencapai SDGs. Kegiatan yang dilakukan di lingkup KLHK telah berperan dalam pencapaian pilar sosial, pilar ekonomi, pilar lingkungan dan pilar tatakelola SDGs di Indonesia. 

Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling ditunjuk melalui Keputusan Gubernur KDH Tk. I Riau Nomor 149/V/1982 tanggal 21 Juni 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling sebagai kawasan Hutan Tutupan/Suaka Alam seluas 136.000 hektar. Bukit Rimbang Bukit Baling ditunjuk sebagai kawasan suaka alam dikarenakan areal hutan di sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling memiliki fungsi suaka margasatwa dan sumber mata air yang perlu dibina kelestariannya, untuk kepentingan pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir, tanah longsor dan erosi.


Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling juga dihuni oleh masyarakat lokal tempatan yang sudah turun temurun mengolah sumberdaya alam untuk mendukung kehidupan mereka. Masyarakat asli yang ada umumnya berasal dari suku Melayu dan percampurannya dengan Minangkabau. Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling juga sebagai batas peralihan antara budaya Melayu dan Minangkabau. Keberadaan masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan memiliki dua peranan, mereka dapat mendukung upaya pengelolaan dan pelestarian kawasan maupun sebaliknya.

Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling tidak pernah terlepas dari perspektif adat budaya yang telah mengakar di dalamnya. Sebelum pengesahan keputusan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling pada tahun 1986, daerah ini telah berisi masyarakat adat yang mengandalkan hutan untuk kehidupan. Catatan adanya pemukiman dan desa-desa sebelum pengesahan status Suaka Margasatwa, telah ada sejak zaman kerajaan. Diantaranya yaitu :
  1. Eskpedisi Pamalayu dari Majapahit, dengan tokoh Gagak Jao meniggalkan situs Batu Belah di Sungai Subayang.
  2. Catatan Thomas Diaz tahun 1684 yang datang ke pagaruyung dan melintasi Rimbang Baling, terkait kerjasama pagaruyung dan VOC. Dalam catatan ini menunjukkan jumlah penduduk di desa-desa didalam kawasan Rimbang Baling.

Sistem Kekhalifahan yang ada dari zaman kerajaan sampai saat ini masih ada susunan kelembagaan adatnya. Selain itu dapat ditemukan juga sisa-sisa pemukiman lama di Lembah Kujano, dibuktikan dengan adanya makam dan tanaman perkebunan seperti karet dan durian. Peninggalan kekejaman jepang juga menghiasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dengan ditemukannya sisa rel penghubung antara Sumbar dengan Riau. Sumber mata pencaharian utama masyarakat yaitu karet, menggunakan budidaya pola bergilir. Satu keluarga umumnya mempunyai lebih dari satu lahan dan dipanen berpindah. Pembukaan lahan baru diawali dengan padi ladang, lalu karet. Setelah karet produksi, mereka buka lahan lainnya. Beberapa kebun karet sudah ada yang disisipi dengan meranti, gaharu. Sungai menjadi jalur transportasi utama yang menghubungkan nadi kehidupan di setiap desa. Bahkan menjadi sumber pemasukan desa dengan membuat lubuk larangan yang hasilnya untuk kas. Ekonomi alternatif, seperti usaha jasa wisata alam terbatas, yang diharapkan mampu membantu masyarakat didalam kawasan keluar dari kesulitan perlu untuk ditingkatkan dan dikembangkan seiring fungsi konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Kondisi yang diharapkan dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi adalah bagaimana mengelola sumber daya alam hutan sebagai satu kesatuan ekosistem dapat dimanfaatkan secara optimal, dijaga kelestariannya untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang, sehingga dapat tercapainya kelestarian sumber daya yang selaras dengan kesejahteraan masyarakat.

SDGs Desa merupakan pembumian Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diundangkan lewat Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 yang terdiri dari 17 tujuan sasaran. Berdasarkan kewilayahan, 91 persen wilayah pemerintahan terkecil ialah desa, dan 43 persen penduduk Indonesia tinggal di desa Indonesia. Maka, tepatlah, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal menerapkan SDGs di tingkat desa dengan melokalkan SDGs menjadi SDGs Desa. Pelokalan menjadi SDGs Desa kemudian meluaskan peran desa hingga ke seluruh tujuan SDGs. Pelokalan SDGs menjadi SDGs Desa bertujuan memperjelas arah pembangunan desa, memudahkan praktek pelaksanaannya di lapangan, serta mempermudah pengukuran hasil, manfaat, dan dampak pembangunan. SDGs Desa menjadi arah kebijakan pembangunan desa sampai tahun 2030 sesuai Permendesa-PDTT Nomor 21 Tahun 2020 yang direvisi melalui Permendesa-PDTT Nomor 6 Tahun 2023.
Secara utuh, SDGs Desa memiliki 17 tujuan, yang melingkupi aspek kewargaan, kewilayahan desa, serta kelembagaan desa. Ketujubelas (17) SDGs Desa tersebut adalah :
1. Desa tanpa kemiskinan, 
2. Desa tanpa kelaparan, 
3. Desa sehat dan sejahtera, 
4. Pendidikan desa berkualitas, 
5. Keterlibatan perempuan desa, 
6. Desa layak air bersih dan sanitasi, 
7. Desa berenergi bersih dan terbarukan, 
8. Pertumbuhan ekonomi desa merata, 
9. Infrastruktur dan inovasi desa sesuai kebutuhan, 
10. Desa tanpa kesenjangan, 
11. Kawasan permukiman desa aman dan nyaman, 
12. Konsumsi dan Produksi desa sadar lingkungan, 
13. Desa tanggap perubahan iklim, 
14. Desa peduli lingkungan laut, 
15. Desa peduli lingkungan darat, 
16. Desa damai berkeadilan, dan
17. Kemitraan untuk pembangunan desa,  

SDGs Desa diletakkan pada konteks budaya desa-desa di Indonesia untuk menunjukkan kekhasan pembangunan desa Indonesia, bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional tetap dihormati, selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Dalam upaya pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati, serta dalam mengatasi perubahan iklim, desa memiliki peran yang sangat penting. Dalam konteks ini, desa dapat mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan, mengelola sumber daya alam secara bijak, dan mempromosikan konservasi sumber daya air dan tanah. Selain itu, desa-desa dapat menjadi lokus inovasi dalam menghadapi perubahan iklim dengan mengadopsi teknologi hijau dan mempromosikan adaptasi terhadap perubahan cuaca yang ekstrem. 

Dengan memperkuat hubungan antara desa-desa dan upaya pelestarian lingkungan global, SDGs Desa memungkinkan desa-desa untuk berperan aktif dalam menjaga keanekaragaman hayati dan menghadapi tantangan perubahan iklim. Melindungi sumber daya alam dan margasatwa demi terpenuhinya kebutuhan manusia saat ini dan masa yang akan datang, serta demi melindungi margasatwa menjadi dasar dalam pencapaian SDGs Desa Tujuan nomor 15.
Sebagai informasi bahwa SDGs Desa nomor 15 adalah desa peduli lingkungan darat yang dimaksudkan agar lahan tetap aman dan produktif sehingga dapat menjamin kebutuhan manusia untuk tinggal dan memproduksi pangan saat ini dan masa yang akan datang, serta demi melindungi sumber daya alam dan margasatwa. Untuk mengukur keberhasilan capaian tujuan ini, digunakan beberapa indikator yaitu : 
  1. Tersedia perdes/SK Kades tentang pelestarian keanekaragaman hayati, 
  2. Luas kawasan lahan terbuka minimal 33% dari luas desa,  
  3. Luas lahan hutan rusak dan lahan kritis di hutan mencapai 0%, pemanfaatan kayu dari hutan yang direstorasi, dan
  4. Peningkatan satwa yang terancam punah >50%
Pada form survei pendataan SDGs Desa, khususnya dalam Kuisioner untuk Rukun Tetangga pada pertanyaan P222 sampai P228, desa-desa harus menjawab beberpa pertanyaan terkait kehutanan, seperti :
  • Wilayah desa di dalam hutan (Ha) ?
  • Wilayah desa di tepi hutan (Ha) ?
  • Fungsi hutan? Konservasi (Ha); Lindung (Ha); Produksi (Ha); Hutan Desa (Ha)
  • Jumlah warga yang tinggal di dalam hutan (jiwa) ?
  • Jumlah warga yang tinggal di sekitar hutan (jiwa) ?
  • Ketergantungan warga terhadap hutan ? (Tinggi; Sedang; Rendah; Tidak tergantung)
  • Reboisiasi Hutan ? (Ada, sebagian warga terlibat; Ada, warga tidak terlibat; Tidak Ada kegiatan)

Dengan adanya data tentang kehutanan di setiap desa, tentunya akan ada korelasi yang kuat antara desa dengan Program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya bagi desa-desa yang berada di sekitar kawasan hutan. Dan dengan melihat sejarah keberadaan masyarakat tempatan yang telah lebih dahulu sebelum penetapan kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dan kondisi pembangunan masyarakat tempatan pada saat ini di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, sepertinya “Pembangunan Kawasan Perdesaan Tertentu” di wilayah Kecamatan Kampar Kiri Hulu, yakni desa Tanjung Belit, Muara Bio, Batu Sanggan, Tanjung Beringin, Gajah Bertalut, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai yang berada di sepanjang aliran sungai Subayang akan dapat menjembatani kepentingan konservasi kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dan pembangunan masyarakat tempatan.

Kawasan perdesaan tertentu seperti yang telah disebutkan dalam Permendesa PDTT No. 5 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan adalah kawasan perdesaan yang mempunyai nilai strategis dan penataan ruangnya dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan. Pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang akan diselenggarakan berdasarkan prinsip : “Partisipasi; Holistik dan Komprehensif; Berkesinambungan; Keterpaduan; Keadilan; Keseimbangan; Transparansi; dan Akuntabilitas”. Pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pengembangan ekonomi, dan/atau pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif dengan mengintegrasikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan kegiatan para pihak pada kawasan yang ditetapkan, termasuk pihak BKSDA Riau. Pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang diprioritaskan pada pengembangan potensi dan/atau pemecahan masalah kawasan perdesaan di sekitar aliran sungai Subayang. 

Dalam rencana pembangunan kawasan perdesaan tertentu, akan menjadi kewenangan pemerintah provinsi atau kabupaten yang disetujui oleh pemerintah pusat. Untuk itu, maksud dari gagasan atau rencana pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang ini adalah untuk memfasilitasi pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang, yang dapat mendorong pola kerjasama dan kemitraan dengan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dengan memperhatikan fungsi perlindungan kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling.

Peta Blok Pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling yang ada pada dokumen Rencana Pengelolaan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling 2017 – 2026 dapat menjadi dasar rencana pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang. Apabila rencana pembangunan kawasan perdesaan tertentu – Subayang disetujui dan disepakati oleh para pihak, maka sebaiknya perwakilan dari BKSDA Riau dapat masuk menjadi anggota Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan Provinsi Riau dan Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan Kabupaten Kampar.

Semoga gagasan pembangunan kawasan perdesaan tertentu di wilayah Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar yang berada di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dapat terealisasi dengan berpegang pada regulasi Kemendagri, Kemendesa PDTT dan KLHK agar dapat mendukung pemerataan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat dan terlindunginya kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling.


sumber :

  • Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
  • Permendesa PDTT No. 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  • Permendesa PDTT No. 6 Tahun 2023 tentang Perubahan Permendesa PDTT No. 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  • Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 3977/Menhut-VIII/KUH/2014 tanggal 23 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling Seluas 141.226,25 hektar
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling tahun 2017 – 2026




 







Nano Sudarno

www.nanosudarno.blogspot.com